Beranda | Artikel
Bab Menghidupkan Tanah Yang Tidak Produktif
Kamis, 29 Oktober 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi

Bab Menghidupkan Tanah Yang Tidak Produktif merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 12 Rabiul Awal 1442 H / 29 Oktober 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Bab Menghidupkan Tanah Yang Tidak Produktif

Yang dimaksud dengan bab ini adalah:

وهي: الأرض المنفكة عن الاختصاصات وملك معصوم

Tanah yang tidak ada kepemilikannya. Ada tanah yang kosong dari kepemilikan khusus, bukan digunakan untuk kepentingan individu tapi kepentingan orang banyak. Bisa kita katakan dengan fasilitas umum atau fasilitas sosial seperti selokan, jalan, kali, bantaran kali, taman, ini tidak dimiliki oleh seseorang tapi difungsikan untuk fungsi yang bermanfaat untuk orang banyak. Walaupun ini tidak ada pemiliknya, tapi ini tidak bisa lagi Anda miliki.

Yang dimaksud dengan tanah yang mati adalah tanah kosong yang tidak dijadikan fasilitas umum juga bukan milik seseorang yang maksum. Maksum adalah orang yang haram ditumpahkan darahnya. Mereka adalah muslim atau non muslim yang sudah mendapat keamanan dari pihak pemerintahan untuk dijamin darahnya atau tidak boleh ditumpahkan darahnya, lawannya adalah harbi, yaitu orang kafir yang memerangi negeri kaum muslimin. Maka ketika kaum muslimin berperang dengan mereka, tanah yang sebelumnya merupakan milik mereka, ini bisa termasuk tanah mati yang dianggap tidak ada kepemilikannya.

Kemudian penulis menjelaskan:

فمن أحياها ملكها من مسلم وكافر بإذن الإمام وعدمه

Siapa yang menghidupkan tadi -nanti dijelaskan bagaimana cara menghidupkan tanah tadi- maka otomatis dia memilikinya. Baik yang menghidupkannya adalah orang muslim atau kafir (tentunya kafir dzimmi) baik dengan izin pemerintahan ataupun dengan tanpa izinnya. Imam di sini maksudnya adalah pemerintahan tertinggi. Kalau berbeda sistem pemerintahannya, maka berbeda imamnya. Kalau dalam sistem presidensial seperti negara kita, tentu yang dimaksud di sini adalah presiden, kalau sistem kerajaan, tentu yang dimaksud di sini adalah kerajaan. Tentu bukan setiap warga yang ingin menghidupkan tanah meminta izin kepada presiden atau raja, tentu mereka tidak punya waktu. Tapi mereka menunjuk para penggantinya, misalnya menteri khusus bagian itu.

Penulis juga menyebutkan bahwa ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada ulama yang mengatakan bahwa harus dengan izin imam, karena mereka menganggap hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهْيَ لَهُ

“Siapa yang menghidupkan tanah mati tadi, maka tanah tadi menjadi miliknya.” (HR. Bukhari)

Akan tetapi hadits ini apakah dengan makna tasyri’ atau makna tanzhim, ini yang dikatakan oleh para ulama. Kalau maknanya tasyri’ sehingga mengatakan tanpa izin pun boleh. Tapi akibatnya tentu bila tidak ada aturan pemerintah dalam hal ini -apalagi di negara yang menjadi tujuan (seperti Mekah dan Madinah), atau mungkin karena subur atau karena banyak mendapatkan tambang- tentu semua orang ingin memetaknya dan ingin menguasainya. Dan sekarang tentu tidak mungkin lagi dengan tanpa izin imam, harus dengan izin imam, dalam hal ini dikelola oleh kementerian yang berkaitan dengan ini. Apabila tidak, tentu mudharat akan lebih besar sekali.

Maka makna hadits Rasulullah yang memberikan kepemilikan kepada siapa yang menghidupkan, maknanya bukan tasyri’, tapi maknanya adalah tanzim.

Bagaimana penjelasan rincinya? Mari download mp3 kajian tafsir yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Bab Menghidupkan Tanah Yang Tidak Produktif

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49310-bab-menghidupkan-tanah-yang-tidak-produktif/